Foto: Aik Kuswanadji
Pagi itu, saya memulai aktivitas
lebih awal dengan jantung berdebar-debar. Mendapat kesempatan untuk berbagi
inspirasi melalui Kemenkeu Mengajar, satu hari bersama anak-anak di Sekolah
Dasar. Saya terus meyakinkan diri bahwa saya mampu menjadi relawan pengajar di
SD Negeri Kalibanteng Kidul 01, Semarang.
Pada hari mengajar saya mengenakan
kemeja biru muda Kementerian Keuangan yang dipadukan dengan celana panjang biru
gelap, sepatu pantofel hitam, serta dasi bernuansa biru lengkap dengan tanda
pengenal. Memasuki area sekolah, relawan kelompok J.B. Sumarlin telah berkumpul
bersama para guru dan murid yang berbaris memenuhi lapangan. Kehadiran kami
menarik perhatian beberapa murid yang sibuk menoleh kesana-kemari mencuri
pandang melihat kami yang berbaris di belakang.
Pembukaan di lapangan pagi itu
dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza dan Asmaul Husna. Saya
begitu terkesan, meski panas menyengat semuanya tetap bersemangat dan khidmat. Seketika
suasana menjadi haru ketika Bu Arifah (relawan pengajar), memimpin menyanyikan
lagu Hymne Guru. Beberapa murid maju ke depan memberikan bunga mawar merah sebagai
bentuk ungkapan terima kasih kepada bapak dan ibu guru atas perjuangan mulia
yang telah dilakukan.
Saya bersama Bu Amel dipercaya untuk
mengajar di kelas VI yang berada di lantai dua, bukan untuk menjadi guru bahasa
atau matematika. Tetapi untuk membuka cakrawala tentang nilai-nilai, profesi,
dan peran Kementerian Keuangan dalam mengelola ekonomi bangsa. Tujuan utamanya
tentu untuk memotivasi anak-anak agar lebih semangat meraih cita-cita mereka.
Saya memutar otak memodifikasi cara mengajar menjadi visual melalui pendekatan pengalaman
yang menyenangkan, yaitu proses aktivitas belajar aktif yang melibatkan murid
secara langsung. Menerapkan bekal sederhana yang saya dapat, menjadi pengajar
harus kreatif dengan banyak metode pembelajaran. Tidak mungkin ia bisa
menginspirasi muridnya untuk melihat jauh ke depan, jika ia sendiri hanya
melihat sejauh matanya memandang.
Lalu menyambung dengan hal
tersebut, saya menggunakan media wayang animasi yang menggambarkan nilai-nilai
Kementerian Keuangaan. Para murid begitu antusias menghafal integritas,
profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan lengkap dengan gerakan.
Ternyata bukan hal yang sulit bagi mereka. Hampir seisi kelas berebut untuk
maju ke depan mempraktikkan gerakannya. Namun apakah meraka benar-benar
mengerti makna dari nilai-nilai tersebut? Saya mencoba untuk menstimulasi
mereka dengan permainan magic stick.
Kelas dibentuk menjadi lima kelompok lalu dibagikan
sembilan sedotan yang dirangkai panjang. Tantangan yang diberikan setiap anggota
kelompok menggunakan dua jari telunjuknya yang menyentuh tongkat sedotan dan
harus membawanya sampai lantai tanpa terlepas. Tugas ketua kelompok adalah
memberi arahan dan mengawasi jalannya permainan. Melalui permainan ini
anak-anak diajarkan untuk bersinergi. Bekerjasama menyatukan frekuensi untuk
meraih keberhasilan. Ketua kelompok bekerja secara profesional sebagai nahkoda
dari bahtera kelompoknya. Berintegritas untuk melakukan permainan dengan benar.
Permainan harus diulangi dari awal apabila terdapat anggota yang jarinya tidak
menyentuh tongkat sedotan. Kelas menjadi ramai, meski sebagian besar gagal pada
percobaan pertama, namun semuanya tetap berusaha mencoba. Dengan pendekatan
pembelajaran seperti ini diharapkan mereka dapat menerima pesan yang ingin disampaikan
dengan menciptakan situasi belajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Foto: @dinifailasufa
Pada sesi berikutnya saya menjabarkan tugas dan fungsi
Kementerian Keuangan sebagai institusi pemerintahan yang mempunyai peranan
vital dalam perekonomian seperti: mendirikan sekolah, membangun jalan dan
jembatan, serta sederet tugas penting lainnya di seluruh penjuru Indonesia yang
saya tampilkan dalam media foto, gambar dan peta Indonesia. Lalu saya
menerangkan profesi dan keseharian saya sebagai pegawai DJP dengan cara dan
bahasa yang sangat sederhana, serta dihubungkan dengan sikap dasar sehari-hari.
Saya mengajak mereka untuk mengenal lebih dekat tentang pajak dengan bermain
peran “Raja Lebah dan Sesendok Madu.” Dalam kaitannya dengan perpajakan adalah
menanamkan nilai kejujuran kepada anak sejak dini, pada saat mereka dewasa
nanti, mereka dengan penuh kesadaran akan memenuhi kewajiban perpajakannya
dengan benar dan sukarela. Saya tekankan pula bahwa pajak adalah berbagi dan
bergotong royong untuk membangun negeri.
Bagian terakhir, saya mengajak
para murid untuk membangkitkan mimpi. Saya
pernah melewatkan masa seperti mereka. Saya juga pernah punya banyak cita-cita.
Ingat sekali dulu, ketika saya
masih duduk dibangku Sekolah Dasar kelas V, seorang guru menanyakan cita-cita kepada
saya. Kebingungan saya mencari jawabannya dan selalu berubah pula jawaban saya.
Cita-cita dan profesi sangatlah beragam dan bisa saja berubah seiring waktu.
Ada yang ingin menjadi vlogger,
model, artis, bahkan pegawai Kementerian Keuangan. Hal terpenting adalah sikap
untuk berusaha mewujudkan cita-cita tersebut. Mimpi tetap menjadi mimpi apabila
tidak ada usaha untuk mewujudkannya. Cita-cita terwujud bukan karena adanya
keajaiban, melainkan karena keringat dan kerja keras serta keberanian untuk
mengejarnya. Janganlah menjadi takut karena gagal, tapi takutlah apabila mimpi
dan kesempatan itu sudah tidak ada lagi di dalam hati. Apapun cita-cita itu,
kita harus menjadi orang baik yang sadar pajak, dan itu saya sampaikan
berulang-ulang. Lalu kita menari bersama dengan lagu “Aku Bisa.” Menerbangkan pesawat
cita-cita menjadi sesi penutup dari rangkaian Kemenkeu Mengajar, sebagai sebuah
simbol harapan bagi mereka di masa kecil, saat ini. Namun, di masa yang mendatang,
mereka adalah pelaku pembangunan yang akan memajukan bangsanya.
Saya meresapi betul pengalaman
menjadi relawan pengajar di dalam hati. Meluangkan waktu sehari untuk
memberikan inspirasi. Saya pun bukan siapa-siapa.
Hanya berbekal pengalaman
mengajar yang ala kadarnya. Dalam arti saya hanya salah
satu relawan pengajar yang diberi kesempatan sehari untuk berbuat suatu hal yang tidak bisa instan untuk
dilakukan. Butuh waktu untuk menanam, sampai menyemai buahnya matang. Sebenarnya
diri ini yang lebih banyak belajar, kesuksesan bukan tentang seberapa banyak
uang yang dihasilkan, tetapi seberapa besar kita membawa perubahan. Dengan
ketulusan dan keinginan memberikan persembahan untuk negeri, sedikit lebih
banyak lagi. Melambungkan mimpi dan menyalakan pengetahuan dengan berbagi pada
anak kandung ibu pertiwi. Mungkin hanya sehari, tetapi semoga bekasnya tidak
luntur seiring berjalannya waktu. Senang bisa berbagi.
“Pendidikan, harus dapat memanusiakan
manusia.” - Ki Hajar Dewantara.
Foto: dok. pribadi
Jabat hangat,
Lucca Yoga
Relawan Pengajar
Kemenkeu Mengajar 2
SD N Kalibanteng Kidul 01
Semarang
Daebaakkk
ReplyDeleteSooo inspiring!
Dulu juga aku bercita cita jadi pengajar di sekolah
Sayangnya nggak kesampean karena kendala jurusan
But akhirnya aku ngambil S2 biar bisa jadi pengajar di universitas wkwk #BedaTipis #PrettyClose
Sukses Aul untuk studinya :D
Delete