Suatu hari, saya tiba-tiba mendapat ajakan dari seorang teman untuk mendaki Gunung Merbabu. Ada rasa penasaran, tapi juga sedikit ragu karena belum terbayang bagaimana persiapannya. Namun, dengan semangat petualangan yang tinggi, saya akhirnya memutuskan untuk ikut.
Kami berempat
berangkat dari Jakarta menggunakan mobil pada malam hari. Perjalanan
berlangsung lancar dan kami tiba di Kota Salatiga sekitar pukul dua dini hari.
Karena terlalu malam untuk melanjutkan perjalanan, kami memutuskan untuk
menginap di Hotel Front One Gosyen hingga pagi. Setelah beristirahat dan
sarapan, perjalanan kami lanjutkan menuju Boyolali.
Sesampainya
di Boyolali, kami menuju basecamp Pak Parman di Desa Selo. Sebelumnya,
kami telah menghubungi pihak Trip Gunung Indonesia (melalui akun Instagram
mereka @tripgunungindonesia) untuk mendaftar paket private trip. Semua
sudah diatur oleh mereka, mulai dari perlengkapan pendakian hingga porter dan
pemandu. Di basecamp, kami hanya perlu memeriksa barang-barang pribadi
seperti jaket, obat-obatan, serta makanan ringan. Tenda, matras, sleeping
bag, dan logistik lain telah disiapkan oleh tim dari agen perjalanan.
Setelah
selesai melakukan registrasi di pos pendaftaran, pendakian dimulai sekitar
pukul sebelas siang. Jalur awal dari basecamp Selo cukup bersahabat,
dengan suasana yang teduh dan udara yang sejuk. Semangat kami masih tinggi,
tetapi setelah satu jam perjalanan, tanjakan mulai terasa semakin menantang.
Jalur hutan yang dipenuhi akar-akar pohon besar memaksa kami untuk berhati-hati
dalam melangkah. Sesekali, kami harus berhenti untuk menarik napas dan
memulihkan tenaga.
Setelah
sekitar dua jam berjalan, kami tiba di Pos 1. Kami beristirahat sejenak di
bawah rindangnya pepohonan, minum air, dan mengisi tenaga dengan makan siang.
Meski baru sebentar berjalan, rasa lelah sudah mulai terasa. Tapi perjalanan
ini masih panjang.
Bagian terberat dimulai ketika kami melanjutkan pendakian dari Pos 1 menuju sabana. Tanjakan curam yang seakan tak berujung, jalan berbatu yang kering, dan debu yang beterbangan setiap kali kami melangkah membuat stamina kami terkuras. Sesekali terlintas di pikiranku untuk berhenti. Namun, tidak mungkin kembali sendirian sementara yang lain masih semangat.
Setelah tiga jam yang melelahkan, akhirnya kami tiba di Sabana 1. Hamparan rumput yang luas dan pemandangan pegunungan terbuka seakan menjadi hadiah atas semua perjuangan kami. Di sini, kami memutuskan untuk beristirahat dan mendirikan tenda. Malam itu, kami makan malam sederhana dan teh hangat. Udara sangat dingin, tapi pemandangan langit yang dipenuhi bintang-bintang membuat suasana begitu menenangkan.
Pukul 4 pagi,
kami bangun untuk memulai summit attack. Kami mengenakan jaket tebal,
menyalakan senter di kepala, dan memulai pendakian dengan langkah hati-hati.
Angin malam berhembus kencang, dan suhu di puncak sangat menusuk kulit. Meski
napas tersengal-sengal karena oksigen yang tipis, semangat untuk menyaksikan
matahari terbit membuat kami terus berjalan.
Setelah
hampir dua jam mendaki, akhirnya kami sampai di Puncak Kenteng Songo tepat saat
matahari mulai terbit. Warna jingga keemasan perlahan menyembul di ufuk timur,
dan pemandangan Gunung Merapi yang gagah di sebelah selatan menyambut kami.
Dari puncak, kami bisa melihat gunung-gunung lain seperti Sumbing dan Sindoro
yang terlihat menjulang dari kejauhan. Semua rasa lelah terbayar lunas dengan
pemandangan yang begitu menakjubkan. Kami berfoto, berbincang, dan menikmati
momen indah itu bersama-sama.
Setelah puas menikmati keindahan dari puncak, kami perlahan mulai turun. Perjalanan turun tidak kalah menantang karena kami harus ekstra hati-hati agar tidak terpeleset di jalur yang berpasir. Meski begitu, dengan hati yang puas, setiap langkah terasa lebih ringan.
Setibanya di basecamp,
kami disambut oleh rasa lega dan bahagia. Setelah membersihkan diri, makan
siang, dan beristirahat sejenak, kami bersiap kembali ke Jakarta. Meski tubuh
lelah dan kaki terasa berat, hati kami ringan dan puas.
Pengalaman mendaki Gunung Merbabu ini mengajarkanku banyak hal, tentang ketekunan, kerja sama, dan menghargai setiap proses. Mendaki bukan hanya tentang mencapai puncak, tetapi juga tentang menikmati setiap langkah dalam perjalanan. Setiap tantangan yang dilalui bersama teman-teman membuat pengalaman ini begitu berharga dan akan selalu terkenang.
No comments:
Post a Comment